Monday 25 April 2011

Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq Dalam Wudhu


Oleh: Badrul Tamam
Wudhu adalah syarat sahnya shalat yang dilakukan oleh orang berhadats. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

"Tidak akan diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats, hingga ia berwudhu." (Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

"Tidak diterima shalat (seorang hamba) tanpa bersuci dan tidak pula diterima shadaqah yang dari hasil ghulul (menilep/mencuri ghanimah)." (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya aku diperintahkan berwudhu apabila akan mengerjakan shalat." (HR. al-Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Nasai. Lihat Shahih al-Jami' no. 2333)

Diriwayatkan dari Abu Sa'id, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya adalah takbir, dan penutupnya adalah salam." (Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami': 5761)

Juga didapatkan ijma' para ulama, mereka telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa bersuci. Yaitu jika ia mampu mengerjakannya. (Lihat: Al-Ausath, Ibnul Mundzir: 1/107)

Membasuh wajah

Satu-satunya ayat yang menerangkan tentang tata cara wudhu terdapat dalam QS. Al-Maidah: 6. Darinya para ulama menyimpulkan rukun-rukun wudhu. Yaitu hal-hal yang menjadi susunan wudhu, yang mana apabila salah satu darinya ditinggalkan, maka batallah wudhunya dan tidak sah menurut syariah. Dan di antara rukun wudhu –yang disebutkan dalam ayat tersebut- adalah membasuh muka (wajah).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

"Wahai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu." (QS. Al-Maidah: 6)



Mengenai membasuh wajah, semua ulama yang meriwayatkan sifat wudhu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menetapkan tentang membasuh wajah dan bahkan semua ulama telah bersepakat tentang hal ini. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah –edisi Indonesia-, Abu Malik Kamal: 1/149)

Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq

Berkumur-kumur yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air ke dalam mulut lalu menggerak-gerakkannya di dalam.

Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga ke pangkal hidung. Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam hidung setelah beristinsyar.

Berkumur-kumur dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang diperintahkan dalam ayat di atas. Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka berkumur-kumur dan beristinsyaq juga wajib menurut pendapat yang lebih shahih. (Shahih Fiqih Sunnah: 1/150)

Syaikh Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum yang banyak. Pada urutan ke tujuh, beliau mengatakan: Perintah membasuh wajah. Yaitu yang didapatkan dari bagian muka, dimulai secara memanjang (meninggi) dari tempat tumbuhnya rambut normal hingga tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu sampai telinga yang lain. Masuk di dalamnya, berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya, rambut-rambut yang tumbuh padanya. Tapi jika tipis harus menyampaikan air ke kulit, dan jika lebat maka cukup yang nampak saja.

Lebih jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk mencuci wajah, sedangkan mulut dan hidung adalah bagian dari wajah yang bagian dalam. Tidak ada alasan menghususkan wajah bagian luarnya saja, tidak bagian dalamnya. Padahal semua bagian tersebut termasuk wajah, sebagaimana mata, alis, pipi, jidad dan lainnya.

2. Allah memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian. Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung setiap kali berwudhu. Tidak pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk melaksanakan suatu perintah, maka hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut, yaitu menunjukkan wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu Taimiyah: 1/178; dan al-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 4/36).

3. Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits Luqaith bin Shabrah:

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

"Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.)

4. Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ

"Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

وَإِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِى أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ

"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ

"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghususkan istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih penting untuk dibersihkan daripada mulut. Bagaimana mungkin, padahal mulut lebih mulia karena digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut lebih sering berubah baunya? Namun –wallahu a'lam- karena syariat telah memerintahkan untuk membersihkan mulut dengan siwak dan menegaskan perihalnya. Mencuci mulut sesudah dan sebelum makan disyariatkan menurut sebuah pendapat. Telah diketahui perhatian syariat untuk membersihkan mulut, berbeda dengan hidung. Jadi, membersihkan hidung di sini untuk menjelaskan hukumnya, karena dikhawatirkan perkara ini akan diabaikan." (Syarh al-'Umdah: 1/179-180)

0 comments:

Post a Comment