Website Para Ustadz

Kumpulan website resmi para ustadz-ustadz terpercaya, Insha Allah.

Googling atau Yufiding?

www.yufid.com adalah islamic search engine, atau mesin pencari ilmu-ilmu islam.

Sunnah Witir diluar Ramadan

“Wahai orang-orang yang cinta kepada Al-Qur’an, shalat witirlah, karena sesungguhnya Allah itu ganjil yang menyenangi (shalat) yang ganjil.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah)

7 Orang Sukses Kuliah sambil Ngaji

Sukses Dunia Akhirat, Why Not?

Waktu-Waktu Terkabulnya Do'a

Jika bekerja pun ada waktu-waktu yang tepat,begitu pula dengan Do'a

Wednesday 21 November 2012

7 Orang Sukses Kuliah Sambil "Ngaji"


1. Roy Grafika
Ia hanyalah seorang pelajar sekolah menengah SMA yang sering hadir di pengajian masih berseragam putih abu-abu di sore hari selepas sekolah. Roy Grafika ,berprawakan kurus, adalah anak yang sangat rajin mencatat isi pengajian. Ia orang yang terbina memiliki catatan lengkap dan rapi. Bukan sekedar lulus dan menuntaskan sekolah menengah namun disertai dengan nilai lulus dari SMA 1 Jogja pun cukup bagus, kalau tidak salah nilai matematikanya 10. Karena sangat terkesan dengan cara berislam yang ilmiah, ia tidak mengambil kursi di universitas namun selepas SMA ia mondok 2 tahun di suatu pesantren di Gresik. Sewaktu di pesantren ia berhasil lulus seleksi untuk mendapatkan beasiswa S1 di bidang hadits di Universitas Islam Madinah. Saat ini ia adalah Ustadz Roy Grafika, Lc, MA (semoga Allah menjaganya !) mahasiswa S3 bidang aqidah di Universitas Islam Madinah.

2. Firanda Andirja
Firanda hanyalah mahasiswa biasa asal Papua di Jogja. Jangankan membaca kitab gundul, belajar nahwu saja dari kitab yang paling dasar yakni kitab muyassar karena ada kursus bahasa Arab dasar tahun 1999. Karena lebih tertarik belajar ilmu Islam. Ia keluar dari depertment of Chemical engineering Gadjah Mada University dan pergi ke pesantren di Bantul kurang lebih 2 tahun. Dan pernah bercerita kalau di awal-awal ia membaca kitab dengan keras-keras untuk dikoreksi a… i… u-nya oleh santri lain. Kini ia adalah Al Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja Lc, MA (hafidzahullah), mahasiswa doktoral bidang aqidah di Universitas Islam Madinah, S1 ia selesaikan di bidang hadits. Saya dengar selain belajar formal juga belajar non formal pada berbagai ulama di Madinah.

3. Fauzan
Fauzan hanyalah mahasiswa kos asal Cirebon sebagaimana anak-anak kuliahan yang lain di sekitar Pogung, utara kampus UGM. Namun ia memiliki ketekunan dan perhatian lebih untuk sambil belajar ilmu alat beragama termasuk bahasa Arab. Selain itu juga sangat perhatian dengan regenerasi keilmuwan beragama pada generasi penerus. Hingga di salah salah satu bukunya ia tuliskan”selesaikan kuliah dulu”. Hingga ia dan kawan-kawannya merintis pesantren mahasiswa. Agar selain menguasai ilmu teknik, kedokteran, ekonomi, dll, kelak nanti kalau jadi sarjana juga menguasai bahasa arab, fiqih dan ushul fiqih. Setelah berhasil meraih gelar ST bidang teknik kimia, ia berhasil mendapatkan beasiswa S1 di universitas Madinah bahkan berhasil sampai ke jenjang master bidang agama. Ia sekarang adalah seorang yang bernama Al Ustadz Fauzan, ST, Lc, MA (semoga Allah menjaganya !), Saya tidak tahu apakah berlanjut ke doctoral saat ini. Tapi yang jelas beliau juga seorang wirausahawan yang trampil dan cekatan mencari peluang.

4. Noor Ahmad
Adalah Noor Ahmad. Sewaktu mahasiswa hanyalah tipikal mahasiswa pada umumnya. Waktu itu kebanyakan mahasiswa sangat jarang interest dengan belajar pada keilmuwan klasik. Biasanya kalau sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab atau lanjutan akan kesulitan membagi waktu untuk sinau dan belajar. Kini ia adalah Ustadz Dr. Noor Ahmad (hafidzahullah), meskipun ia seorang doktor bidang elektro, tetapi ia mampu menguasai tingkat lebih lanjut semacam ushul aqidah, mustholah hadits, ushul fiqih dll. Sehingga selain jadi dosen di jurusan elektro UGM, ia juga bisa mendidik generasi mahasiswa untuk menguasai ilmu-ilmu ini. Semoga Allah SWT menjaganya !.

5. Aris Munandar
Adalah juga seorang mahasiswa UIN Jogja Aris Munandar, ia diberi perhatian lebih dalam ilmu-ilmu ushul dan metode manhaj beragama dari gurunya. Sepertinya dari tingkat SMA ia sudah sangat menguasai pokok keilmuan Islam Di tingkat kuliah ia sudah matang ilmu ushul keIslamannya. Sehingga tidak aneh ketika seorang ustadz menyampaikan suatu kitab ia mampu membetulkan ucapan ustadz tersebut. Kuliah di UIN ia selesaikan dengan baik juga hingga selang kemudian berlanjut menempuh jenjang S2 dengan baik. Kini ia adalah Ustadz Aris Munandar, MA, sosok ustadz yang bersahaja dan tawadhu’ bersama beberapa ustadz berhasil mendidik mahasiwa kuliahan umum menjadi sarjana-sarjana yang mampu berhujjah dengan dalil. Sehingga ia menjadi pendidik dan pencerah para remaja dan pemuda yang semangat dalam menuntut ilmu Agama di Jogja.

6. Taufiq Chowdry
Taufiq lulus SMA dengan predikat veledicterian dan mendapatkan medali sebagai lulusan 3 terbaik di seluruh Australia. Lalu ia diterima di fakultas kedokteran Universitas Melbourne, universitas top di Australia. Di awal-awal tahun ia adalah mahasiswa yang ekselen dan panen penghargaan. Namun memandang ilmu agama penting dan kurangnya ulama di sana (pen), ia melamar dan mendapatkan beasiswa S1 belajar agama ke Timur Tengah. Begitu giatnya ia tidak puas dengan kelas formal di pagi hari. Ia menambah pelajaran pada beberapa ulama besar. Selesai belajar agama ia kembali ke Australia dan mendirikan Al Kauthar institute untuk mendidik generasi muda. Selain juga menjalankan perusahaan di bidang IT. Masih berusia muda, disamping sebagai kepala keluarga dengan cukup banyak anak, ia berhasil menyelesaikan pendidikan dokternya di Universitas Brisbane. Syaikh Tawufiqe Chowdhry, MD adalah seorang speaker yang sangat produktif di Australia-UK-Canada yang ceramahnya cukup banyak di internet. Semoga Allah menjaganya.

7. Abu Ishaq Al Huwainy
Hijazi adalah anak kampung seperti biasanya. Sewaktu di SMA ia bermain ke tempat kos kakaknya di kota. Sepulang dari sholat Jumat ia melihat orang yang menjual buku eceran pinggir jalan. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah tentang sholat yang ditulis ahli hadits abad ini Syaikh Albani. Ia tertarik setiap gerakan dan doa dalam sholat terdapat komentar dan justifikasi dalil shohih atau tidaknya di dalam buku itu dan bagaimana cara beragama terbaik, mengikuti siapa dalam beragama.

Setelah mampu membeli bukunya secara utuh ia baca dan sangat terkesan dengan cara penyajian dan metodologinya yang sangat kuat pendalilan dengan hadits soheh atau lemah yang Hijazi sendiri tidak menguasai ilmu itu. Mulai saat ia bertekad untuk mengusai ilmu tentang hadits dan bagaimana mengklasifikasikannya. Sehingga Sewaktu kuliah di jurusan Bahasa Spanyol di suatu universitas di Kairo, siang kuliah malam belajar ilmu hadits pada berbagai guru. Ia bertemu dengan Syaikh Khisk dan menasehati, “wahai anakku belajarlah (tentang hadits) sebelum mempelajari kuliah yang lain. Sebelum berangkat kuliah ia menemui gurunya untuk belajar, sampai terucap “ saya malu kalau kokok ayam jantan mendahului membangunkanku.

Setelah lulus S1 ia mendapatkan beasiswa pergi ke Spanyol untuk memperdalam bahasa Spanyol di institute kebahasaan di sana. Namun karena kurang tertarik lebih jauh maka tidak ia teruskan memperdalam bahasa Spanyol. Ia kembali ke Mesir siang bekerja di toko dan malam belajar pada berbagai guru termasuk Sayid Sabiq (Penulis Fiqush Sunnah), keterbatasan dana ia siasati dengan masuk ke perpustakaan yang menyediakan kitab-kitab klasik. Hingga ia berhasil menyusun buku terkait hadits, yang dibaca oleh Syaikh Albani sewaktu ke Kairo dan tidak mereka tidak saling bertemu. Syaikh Albani impressed ternyata ada pemuda yang telah berhasil mengikuti beliau dalam metodologi ilmu hadits. Hijazi ini berangkat ke Jordania tinggal 1 bulan untuk belajar di tempat Syaikh Albani. Lalu bergurulah ke Saudi ke ulama ahli hadits Syaikh Bin Baaz, Utsaimin dll.

Hijazi ini adalah Syaikh Abu Ishaq Al Huwainy, salah satu ulama pakar hadits abad ini. Lihatlah beliau memiliki latar belakang pendidikan formal non agama, sastra Spanyol yang mungkin jurusan yang tidak terlalu elit, namun dengan asbab terinspirasi timbul semangat yang menyala-nyala sehingga menjadi seseorang yang berkontribusi kuat dalam keilmuan Islam.

Tak terasa waktu panjang telah berlalu lewat tanpa pengetahuan dan cantolan ilmu beragama yang cukup. Fokus dan arah telah menjebak pada posisi berlebihan yang tidak ada ujung pangkalnya. Urusan dunia memang perlu namun pengetahuan dasar-dasar beragama secara ilmiah merupakan bagian kehidupan yang hakiki. Sayang telah terpinggirkan, bukan urusan penting dan actual.

Wahai para pemuda, jangan sia-siakan waktu Anda untuk terkesima dengan beragama dengan cara haroki. Terkesan indah namun tidak asli. Terkesan aktual dan popular namun tidak hakiki. Terkesan modern dan hebat namun tidak lestari. Seperti mainan anak-anak kecil di masanya, akan lenyap dengan cepat diganti oleh gaya dan trend yang lebih gokil dan terkini.

Anda yang terpesona dengan fitnah dan membicarakan ustadz dan dai fulan adalah hizbiyah dan sururi bukan ustadz terpecaya, berhentilah bukan porsi Anda untuk membicarakan dan berbisik-bisik. Ada yang lebih berhak dan sudah ada orang yakni ulama berkapasitas. Umur terlalu pendek dan waktu untuk membicarakan fitnah yang tidak bertepi.

Yang belum sama sekali bisa bahasa Arab pelajarilah kitab nahwu muyassar, meningkat ajrumiyah, mulakhos dst. Pelajarilah hakekat aqidah, ringkasan fiqih dst. Insyalah akan lebih menghujam dan menjadi panduan beragama Anda. Isilah fase muda menjadi tiang yang kuat yang hidup dan menebar kebaikan. Jika tidak, waktu umur 45-50an dan masa setengah baya Anda akan sangat menyesal.

Otak Saya Tumpul dan Bodoh ?

Dikisahkan bahwa seorang pelajar yang bernama Kisai belajar tata bahasa arab namun tidak paham-paham dan hampir putus asa. Suatu saat ini melihat seekor semut yang berusaha membawa makanan naik ke dinding namun terjatuh berkali-kali. Semut itu mencoba mengangkat lagi namun jatuh lagi sampai berkali-kali hingga pada percobaan si semut berhasil membawa dan mengangkut makanan mendaki dinding ke atas. Terinspirasi oleh usaha keras si semut, Kisai berusaha belajar lebih baik lagi dan lagi. Hingga akhirnya ia dikenal sebagai Imam Al Kisai, salah seorang imam ilmu nahwu, ilmu yang dulu ia sangat sulit mempelajarinya.

Namun janglanlah jika inspirasi Anda dari air yang menetes pada batu yang akhirnya memecahkan struktur batu itu, tentu sedikit tidak relevan karena jangka waktu terlalu lama………

Penulis : Azis Saifudin
Dari Artikel "Kita Bisa Seperti Mereka, Insyaa-Allaah.." Sweetness of Knowledge


Tambahan:
Artikel ini diambil dari blog Andy Octavian Latief, ternyata sekarang beliau juga termasuk salah seorang yang Sukses Kuliah Sambil "Ngaji".Andy  kini hampir menuntaskan jenjang pendidikan S-3 di Maryland University Amerika Serikat. Bahkan, jika tidak ada halangan tahun depan Andi sudah berhak menggondol gelar doktor dari kampusnya, demikian dikutip dari Pamekasan.info.

Andy yang berusia 24 tahun itu kini sudah persiapan membuat disertasi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studinya di Maryland University. Nah, jika Andi bisa menyelesaikan studinya tahun depan, bukan mustahil dia akan menjadi doktor termuda. Bukan hanya di Madura, tapi juga di Indonesia. Sebelumnya, gelar doktor termuda diraih Ariawan Gunadi, dosen Universitas Tarumanagara Jakarta pada usia 27 tahun di UI.

Jauh sebelum Ariawan Gunadi, Firmansyah pernah juga ditahbiskan sebagai doktor termuda pada usia 29 tahun di UI. Firmansyah pernah menjabat sebagai dekan FE UI, dan kini menjadi staf khusus Presiden. Andy berkesempatan menjadi doktor termuda mengalahkan Ariawan Gunadi karena usianya yang kini baru 24 tahun. Kabar soal Andy ini disampaikan Abd. Latif kepada Jawa Pos Radar Madura kemarin di rumahnya di Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan.

Menurut Latif, dari informasi terakhir, anaknya dimungkinkan menyandang gelar doktor pada usia 25 tahun. ”Insya Allah tahun depan sudah menyandang gelar Doctor of Philosophy (Ph.D),” katanya.


Latif juga bercerita, satu tahun menjelang kelulusan Andy, berbagai universitas di seluruh dunia sudah memesan lulusan SMAN 1 Pamekasan 2006 ini agar menjadi dosen di sana.

”Untuk seluruh kampus terkemuka di Indonesia sudah sejak lama mengincarnya agar menjadi dosen,” ceritanya.

Bukan hanya dari dalam negeri, kampus dari luar negeri, seperti kampus-kampus terkemuka di Asia, Australia, Eropa dan Amerika, bahkan kampus tempat dia belajar sekarang (Maryland University, Red) juga telah menawarkan kontrak kerja pada lelaki berkacamata ini.


Memilih ke Madinah

”Dari pembicaraan terakhir kami beberapa hari lalu via telepon, begitu lulus dia akan menerima tawaran mengajar di Universitas Islam Madinah Arab Saudi,” kata Nur Rahma, 45, ibunda Andi. Ketika ditanya apa alasan Andi memilih Universitas Islam Madinah, Nur Rahma mengatakan, Andy juga ingin memperdalam ilmu agama di sana (Arab Saudi, Red).

”Mungkin selama ini Andi merasa telah menghabiskan waktunya untuk memperdalam ilmu umum (Fisika, Red) saja. Dan dia merasa kurang dalam memahami ilmu agama. Maka dari itu, dia memilih akan mengajar sebuah kampus yang ada di Arab Saudi,” tambah Nur Rahma. Nur Rahma juga mengatakan, jika Andi sempat punya niat untuk memperdalam Bahasa Arab. Sebagai orang tua, Nur Rahma mendukung semua keinginan Andi untuk terus belajar dan mengabdi untuk kemaslahatan umat.(fimadani.com)


Tuesday 20 November 2012

Biarkan Mereka ke Bulan, Mari Kita ke Surga


Segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah bagi Muhammad Rasulillah, para sahabat dan pengikutnya.

Kerap dalam beberapa diskusi religi, nyata maupun maya, kita mendengar atau membaca dialog seperti ini:


A: Jadi akhi, berdasarkan dalil-dalil tersebut, para Ulama menyimpulkan bahwa memelihara jenggot hukumnya adalah wajib dan memangkasnya adakah haram. Begitu akh… 
B: Tapi Ulama lain ada yang membolehkan Akh… Syaikh Fulan pun potong jenggot… 
C: Sudahlah, orang kafir sudah sampai ke bulan, kita masih sibuk debat soal jenggot.

Dialog seperti ini kerap muncul dalam diskusi/debat masalah keagamaan lainnya, seperti masalah hukum isbal dan memelihara jenggot, jambang dan rambut di wajah bagi laki-laki, hukum musik dan sebagainya yang memang masih sering diperdebatkan oleh sebagian kalangan kaum muslimin. Yang menarik perhatian dari dialog tersebut dan menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah perkataan pihak ketiga (C): “…sudahlah, orang kafir sudah sampai ke bulan, kita masih sibuk debat soal jenggot (isbal, dst…)“.
Saudaraku sekalian yang dirahmati Allah, mari kita cermati dengan baik perkataan di atas berdasarkan timbangan metodologi ilmiah dalam Islam.
Ke Bulan, Kedudukannya dalam Islam

Islam mendorong kita untuk menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat. Para ulama mengatakan, bahwa ilmu (yang Islam memotivasi untuk mempelajarinya -pen), terbagi menjadi dua:
(1) ilmu yang hukum mempelajarinya adalah fardhu ‘ain (wajib dipelajari oleh setiap individu muslim dan ia tidak boleh bodoh dalam ilmu ini –pen), karena setiap muslim memerlukan ilmu tersebut dalam masalah agama, akhirat dan muamalahnya; 
(2) ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu kifayah, yaitu ilmu tambahan yang faedah mempelajarinya dibutuhkan orang banyak, walau tidak begitu mendesak bagi individu tertentu, sehingga jika sudah ada sejumlah orang yang mempelajarinya dan jumlahnya telah mencukupi kebutuhan, maka gugurlah kewajiban mempelajarinya bagi yang lainnya. 

Contoh ilmu yang fardhu ‘ain antara lain: ilmu akidah dan tauhid, juga ilmu tentang tata cara wudhu dan shalat yang benar. Setiap orang wajib mempelajari hal-hal tersebut. Karena ia tidak akan bisa berwudhu dan mengerjakan shalat dengan benar selain dengan mempelajari hal-hal mengenai hal tersebut. 

Contoh ilmu yang fardhu kifayah antara lain: ilmu kedokteran, ilmu perekonomian, ilmu pengelolaan air bersih dan energi (listrik, bahan bakar) dan sebagainya, yang memang faedah mempelajarinya dibutuhkan untuk kemashlahatan orang banyak.

Berdasarkan pembahasan tentang dua ilmu di atas, yang mempelajarinya memang diperintahkan dalam syari’at, lalu masuk dalam kategori manakah ilmu tentang cara mendarat di bulan? 

Yang pasti bukan fardhu ‘ain karena ilmu ini bukan penunjang agama, akhirat dan muamalah seorang muslim, bukan pula ilmu yang belajar dan pengamalannya akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. 

Kalau dikatakan fardhu kifayah, maka pendapat ini lemah dalam sisi urgensi, karena hidup manusia dapat terus berlangsung walau tidak ada yang pernah ke bulan. 
Bahkan, ke bulan dalam realitanya tidak lebih dari sekedar pertunjukkan kebanggaan negara kafir untuk mengkerdilkan kita (kaum muslimin) dan membuat kita selalu merasa ‘tertinggal’ atau ‘terbelakang’, lantas berupaya mengejar mereka hingga akhirnya kita melupakan kewajiban menuntut ilmu agama.

Sementara, bagaimanakah kedudukan pembahasan masalah halal haram atau wajib tidaknya sesuatu dalam Islam, seperti halal haram memotong jenggot dan isbal untuk laki-laki, halal haram musik dan seterusnya, meskipun dianggap remeh bagi sebagian kaum muslimin?

Merujuk pada definisi dua ilmu yang telah lewat, maka ilmu tentang masalah-masalah di atas termasuk kategori ilmu yang fardhu ‘ain (walau tingkat kewajibannya bisa jadi berbeda antara laki-laki dan perempuan). Hal ini dikarenakan masalah-masalah tersebut menjadi bahasan penting bagi Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat dan para ulama (salafush sholih) setelah mereka. 
Benar salahnya penyikapan kita terhadap masalah di atas akan menunjang baik dan tidaknya agama, akhirat dan muamalah kita. Terlebih lagi, berbagai dalil Al-Qur’an dan hadits seputar masalah haramnya memotong jenggot dan isbal bagi laki-laki, haramnya musik dan sebagainya, kebanyakan mengandung ancaman neraka bagi pelanggarnya. Ini menunjukkan bahwa Islam menganggap penting masalah yang oleh sebagian kita dianggap tidak lebih penting daripada pencapaian orang kafir ke bulan. Yah, kecuali dalil-dalil tersebut tidak lagi penting dalam kehidupan kita di dunia.

Kalau begitu, pantaskah “ke bulan” yang bukan ilmu yang didorong Islam untuk mempelajarinya, dianggap lebih urgent daripada ilmu tentang jenggot, isbal, musik, yang merupakan ilmu yang fardhu ‘ain? Seremeh itukah ancaman neraka pada berbagai dalil yang Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebutkan tentang masalah-masalah tersebut untuk, ya sudahlah, tidak usah kita bahas dan sebaiknya ditinggalkan saja karena orang kafir sudah ke bulan, kita masih sibuk berdebat masalah itu?

Ke Bulan, Kedudukannya Bagi Orang Kafir

10 tahun lalu penulis pernah melihat di siaran salah satu TV nasional, film sains dokumenter yang dibuat oleh ilmuwan akademisi di US, yang membantah kebohongan klaim NASA bahwa mereka pernah mengirimkan manusia ke bulan. Dengan berbagai eksperimen dan analisis, baik terhadap kondisi alam untuk mencapai bulan, maupun terhadap video pendaratan ke bulan yang selama ini diklaim oleh NASA, mereka menyimpulkan bahwa sampainya NASA ke bulan hanya bohong belaka.
Kami melihat bahwa jargon “ke bulan” hanya sekedar kebanggaan orang kafir untuk membuat kaum muslimin ‘minder’, hingga akhirnya sibuk mengejar ‘prestasi ke bulan’ dan melupakan urgensi mempelajari agama Islam?
Allah Ta’ala berfirman,

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani sekali-kali tidak akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah: 120)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda,

"Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai bila mereka masuk ke liang dhabb (sejenis biawak padang pasir), niscaya kalian pun akan mengikuti mereka.” Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Kalau bukan mereka lalu siapa lagi?”  (HR. Bukhari no. 3456 dan Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Teman, mari bertanya, apakah kita pernah merasakan faedah nyata dari ‘orang kafir bisa ke bulan’? Apakah Anda yakin bahwa mereka yang berhasil ke bulan –seandainya nyata– akan tanpa pamrih membagi manfaatnya pada kita? Atau sebenarnya kita hanya dibuat merasa perlu mengejar jalan mereka?
Seandainya pun nyata, lebih berhargakah 'ke bulan' daripada mempelajari tauhid, shalat, perhitungan dan pembagian zakat dan warisan, puasa dan haji beserta masalah nawazilnya (masalah terkini), hukum seputar jual beli, bentuk-bentuk riba, muamalat kontemporer, dan cabang ilmu agama lainnya, seperti halal haram memotong jenggot dan isbal bagi laki-laki, halal haram musik, hingga layak dikatakan, "…sudahlah, itu tidak usah dibahas. Orang kafir sudah ke bulan, kita masih sibuk berdebat masalah itu"?
Akhirnya kami perlu mengatakan, toh kebanggaan kaum kafir semuanya akan berakhir kala datang hari kiamat.

Ke Bulan, Kedudukannya Bagi Si Penengah
Kami bersangka baik, bahwa bisa jadi si penengah dalam dialog yang kami ungkap di awal tulisan ini, hanya 'sekedar mencari contoh' kemajuan orang kafir yang belum bisa dicapai umat Islam –artinya tidak terbatas tentang ke bulan saja–, dan ia hanya 'sekedar ingin mengingatkan' agar kita tidak sibuk membahas masalah agama hingga melupakan ketertinggalan mereka dari orang kuffar.

Namun yang perlu disadari, syubhat yang timbul dari slogan "ke bulan" ini, manakala terpatri di benak sebagian orang, membentuk mindset bahwa mempelajari ilmu duniawi, seperti membuat inovasi baru dalam teknologi, di zaman ini lebih penting daripada mempelajari agama yang toh, topiknya bagi sebagian orang remeh pula, seperti masalah jenggot, isbal dan sebagainya.
Allahul musta'an, ini pun menjadi fenomena nyata di kalangan kita, kaum muslimin. Banyak di antara kita yang menghabiskan umur untuk mempelajari sains dan teknologi, namun 'kosong' dalam ilmu agama. Banyak dari kita yang bergelar master, doktor, bahkan profesor, namun belum benar cara berwudhu dan shalatnya. Cabang-cabang ilmu tentang aqidah, ibadah, muamalah, terlebih lagi ilmu alatnya, seperti qawaid bahasa Arab, ilmu ushul fiqh, ilmu musthalah al-hadits, dan lainnya seakan hanya monopoli orang-orang yang mau 'jadi ustadz' dan tidak untuk scientist (ilmuwan). Ya, mungkin karena sebagian kita memang sibuk juga mengejar ‘sampai ke bulan’.

Beragama yang Ilmiah
Kebanyakan perkataan di atas kami temui pada kalangan kaum muslimin yang belum mampu berargumentasi ilmiah yang ditunjang dengan ilmu yang benar. Bisa jadi karena orangnya enggan mempelajarinya, dan bisa jadi karena belajar dengan/dari manhaj (metodologi beragama) yang memang tidak menekankan pemahaman terhadap ilmu-ilmu alat (bahasa Arab, qowa’id, ushul, dan lainnya) sehingga tidak mampu berargumentasi dengan hujjah yang kuat. Akhirnya, ‘ke bulan’ menjadi andalan untuk menghindari diskusi yang seharusnya bisa ilmiah.

Dari sini, kami menghimbau kepada seluruh kaum muslimin, untuk bersungguh-sungguh menuntut ilmu agama dengan baik, dengan/dari manhaj yang lurus. Manhaj yang lurus adalah yang membawa kepada pemahaman agama yang benar ditunjang dengan ilmu-ilmu alatnya. Manhaj yang ketika berbicara suatu masalah agama, tidak lepas dari nukilan nash Al-Qur’an dan hadits.

Terakhir, kami kutip perkataan yang baik, “Wahai para pemuda, jangan sia-siakan waktu Anda untuk terkesima dengan beragama dengan cara haroki. Terkesan indah namun tidak asli. Terkesan aktual dan popular namun tidak hakiki. Terkesan modern dan hebat namun tidak lestari. Seperti mainan anak-anak kecil di masanya, akan lenyap dengan cepat diganti oleh gaya dan trend yang lebih gokil dan terkini[4].”
Fawaid
1- Ilmu agama adalah bekal kebahagiaan bagi manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Seremeh apapun topiknya bagi sebagian orang, mempelajarinya tetaplah merupakan kewajiban bagi umat Islam. Keutamaan dan pahala mempelajarinya tidak akan setara dibandingkan dengan ‘sekedar ke bulan’ ataupun ilmu sains lainnya.
2- Jargon-jargon kemajuan kaum kafir kebanyakan hanya untuk mengkerdilkan kaum muslimin. Berusaha mengejar mereka dengan menghabiskan umur tanpa mempelajari agama tidaklah mendatangkan kemuliaan di sisi Allah ‘azza wa jalla.
3- Kebaikan kaum muslimin tidaklah terletak pada kemajuan teknologi yang mampu mereka ciptakan. Kebaikan mereka terletak pada ilmu agama dan penerapannya dalam kehidupan hari-hari mereka, dengan mencontoh pengamalan generasi pendahulu mereka dalam Islam. Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata,

”Yang bisa memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini hanyalah hal yang telah berhasil memperbaiki keadaan genarasi awalnya”.
Semoga Allah menjadikan tulisan ini sebagai sarana dakwah yang ikhlas untuk agama-Nya dan menjadi nasehat yang dapat diterima oleh saudara-saudara kami yang membacanya.


Penulis: Muflih Safitra bin Muhammad Saad Aly
Dari artikel Biarkan Mereka ke Bulan, Mari Kita ke Surga — Muslim.Or.Id 

Friday 2 November 2012

Aplikasi Radio Islam (Android)



Setelah beberapa bulan blog ini tidak update, kali ini kami akan memberikan topik baru pada Blog Amanah, yaitu Islam-Tech, yaitu berbagai macam Teknologi yang memudahkan para Penutut Ilmu dalam mendalami Islam secara kaffah.Pada posting yang lalu kita sudah membahas tentang Gadget Hijri Kalender untuk Windows 7, maka kali ini kita akan membahas aplikasi pada SmartPhone platform Android.

Radio Dakwah Islam & Rodja Player
Jika kegemaran Anda adalah mendengarkan radio secara streaming, tidak ada salahnya Anda mencoba hal baru dalam mendengarkan radio streaming dengan nuansa berbeda dengan aplikasi radio streaming bernama Rodja Player dan Radio Dakwah Islam. Berbeda dengan radio streaming yang ada di Market Place Android, dua aplikasi  ini membawa nuansa keislaman yang kental di dalam setiap siaran streaming.

Memang keberadaan aplikasi ini, dikhususkan bagi Anda pecinta dakwah-dakwah Islamiah yang berdasarkan Sunnah Salafus Shalih. Dari sekian banyak aplikasi streaming radio yang ada, jarang sekali ditemukan radio streaming yang menyajikan konten utama dakwah Islamiah. Dengan adanya aplikasi radio ini, Anda bisa mempergunakannya sebagai alternatif lain di kala Anda bosan dengan streaming konten yang itu-itu saja.

Kedua Aplikasi radio ini dilengkapi beberapa fitur yang bagus, di antaranya adalah fitur perekaman kajian dakwah yang sedang Anda dengarkan. Jadi Anda tidak perlu repot-repot menyediakan alat record khusus untuk merekam setiap streaming yang sedang didengarkan. Tinggal pencet tombol record, maka secara otomatis aplikasi RodjaPlayer ini akan merekam setiap pembicaraan dari narasumber yang hadir mengisi streaming radio tersebut.

Pada aplikasi Rodja Player juga ada fitur tanya jawab atau biasa dikenal dengan Questions On Live. Fitur ini berguna sekali apabila Anda mengalami kesulitan dalam mencerna setiap kajian yang sedang diperdengarkan. Jika Anda mengalami kesulitan, Anda bisa langsung menanyakan melalui media telepon atau SMS kepada narasumber yang sedang mengisi radio streaming tersebut. Jadi, hubungan timbal balik yang terjadi dapat terlaksana dengan baik. Sisi narasumber dapat memaparkan dengan baik dan kelas, tetapi dilain sisi Anda sebagai pendengar juga dapat mengerti setiap pembicaraan kajian yang diperdengarkan.

Dan pada aplikasi Radio Dakwah Islam terdapat fitur untuk memilih siaran yang ingin kita dengarkan terdapat 26 siaran radio yang dapat dipilih.(Radio Rodja-Bogor, Radio Muslim-Yogyakarta, Radio Al Iman-Surabaya, Radio Hangfm-Batam, Radio Assunnah-Cirebon, Radio Hidayah-Pekan Baru Riau,Radio Suara Quran-Solo, Radio Kita-Madiun,Radio BASS-Salatiga,Radio Nurussunnah-Semarang,Radio Arroyyan-Gresik,Streaming Kajian Medan, Miraath,Radio Suara Qur'an Lombok, Radio Suara Ibnul Qoyyim, Radio Mu'adz Kendari, Radio Rodja Bandung, Islamic Centre Bin Baz Yogyakarta, mp3 Quran, Darel Iman, An Najiyah, Idzaatul Khoir, Al Hikmah, Gema Madinah)

Ada satu lagi yang menarik yaitu fitur informasi jumlah listener. Fitur ini berguna untuk melihat kondisi jumlah pendengar pada saat dilakukan streaming kajian dakwah tersebut. Anda bisa melihat berapa orang yang sedang ikut mendegarkan kajian dakwah tersebut selain.

Bagi para Thalabul Ilmi yang memiliki SmartPhone Android, aplikasi ini wajib dimiliki guna memanfaatkan waktu luang dan menambah wawasan Islamiah. Untuk mendownload aplikasi bisa di download di Google Play Store
Radio Dakwah Islam https://play.google.com/store/apps/details?id=info.mauladi.radiodakwahislam

dari artikel portal.paseban.com dengan penambahan