Website Para Ustadz

Kumpulan website resmi para ustadz-ustadz terpercaya, Insha Allah.

Googling atau Yufiding?

www.yufid.com adalah islamic search engine, atau mesin pencari ilmu-ilmu islam.

Sunnah Witir diluar Ramadan

“Wahai orang-orang yang cinta kepada Al-Qur’an, shalat witirlah, karena sesungguhnya Allah itu ganjil yang menyenangi (shalat) yang ganjil.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah)

7 Orang Sukses Kuliah sambil Ngaji

Sukses Dunia Akhirat, Why Not?

Waktu-Waktu Terkabulnya Do'a

Jika bekerja pun ada waktu-waktu yang tepat,begitu pula dengan Do'a

Thursday 27 January 2011

Tidur Bikin Otak untuk Mengingat Semakin Cepat


LONDON - Tidur ternyata dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk menyerap ilmu pengetahuan ketimbang saat tidak tertidur atau sedang terjaga.

Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan di University of Lubeck mengungkapkan alasannya bahwa dalam kondisi sedang tertidur otak jauh lebih rileks dan lebih fresh dalam menerima asupan informasi baru beberapa saat sebelum tidur.

"Kerja otak saat bekerja dan tidur sangat berbeda. Karenanya memori dari hipokampus ke neokorteks di otak bekerja lebih baik dan cepat," terang salah satu tim peneliti Susanne Diekelmann, seperti dikutip situs Dailymail, Kamis (27/1/2011).

Untuk menyimpulkan ini, para ilmuwan melakukan percobaan pada sekelompok mahasiswa. Dari 24 relawan diminta untuk menghafal 15 pasangan kartu yang menunjukkan gambar binatang dan benda sehari-hari. Sambil melakukan latihan mengingat, mereka diberi sedikit bau yang tidak sedap.

Setelah itu, sebagian dari relawan itu diberi tugas untuk tidur dan sebagian lagi tetap terjaga. Hasilnya, relawan yang tidur memiliki kemampuan mengingat 85 persen lebih bagus ketimbang orang yang terjaga.

"Pada saat tidur, memori itu disimpan oleh otak dan tidak terganggu dengan informasi baru yang ditangkap segala panca indera tubuh," tambah Diekelman.
(tyo)

Saturday 22 January 2011

Hukum Rebounding

Beberapa waktu yang lalu kita disuguhkan dengan berita dari media mengenai permasalahan rebounding. Suatu saat seorang wanita menanyakan kepada ayahnya mengenai hukum rebounding. Ayahnya pun yang sudah masyhur sebagai ulama di negeri ini mengiyakan bolehnya rebounding. Namun, bagaimana hukum rebounding sebenarnya? Semoga bermanfaat pembahasan ringkas berikut ini.

Merujuk Fatwa Ulama

Ulama besar Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya:

Beberapa pelajar yang berambut halus (lurus) menjadikan rambutnya keriting dengan cara yang sudah dikenal di tengah-tengah mereka. Apa hukum perbuatan semacam ini padahal diketahui bahwa hal ini sering dilakukan oleh orang barat?

Jawab: Para ulama mengatakan bahwa perbuatan mengkriting rambut itu tidak mengapa, artinya asalnya boleh saja. Asalkan mengkriting rambut tersebut tidak menyerupai model wanita fajir dan kafir, maka tidaklah mengapa. [Sumber: Fatawa Al Jaami’ah lil Mar’ah Al Muslimah (3/889)][1]

Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan hafizhohullah (salah satu anggota Komisi Fatwa di Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’) juga pernah ditanya mengenai hukum taj’id ar ro’si. Yang dimaksud di sini adalah mengkriting rambut atau membuatnya lebih keriting. Keriting tersebut bertahan beberapa waktu. Terkadang wanita yang ingin mengkriting rambutnya ini pergi ke salon-salon dan menggunakan bahan atau alat tertentu sehingga membuat rambut tersebut keriting sampai enam bulan.

Jawab: Diperbolehkan bagi wanita untuk mengkriting rambutnya asalkan tidak mengikuti model orang kafir. Syarat lainnya, ia tidak boleh menampakkan rambutnya tadi kepada para pria selain mahromnya. Ia boleh mengkriting rambutnya dengan bantuan wanita lain yang dapat dipercaya. Keriting rambut tersebut boleh bertahan sebentar atau dalam waktu yang lama. Ia boleh menggunakan bahan yang mubah (dibolehkan) atau selainnya untuk mengkriting rambut tersebut. Namun catatan yang perlu diperhatikan, hendaklah wanita tersebut tidak pergi ke salon untuk melakukan hal ini. Karena jika ia mesti keluar rumah, itu akan menimbulkan fitnah (godaan bagi para pria) atau ia akan terjerumus dalam hal yang dilarang. Pekerja salon boleh jadi adalah wanita yang tidak paham agama (sehingga tidak dapat dipercaya dan dapat membuka aibnya, pen), atau bahkan lebih parah lagi jika pekerjanya adalah seorang pria, jelas-jelas ia haram untuk menampakkan rambutnya pada mereka.[2]

Rebounding Itu Haram Bagi Wanita yang Tidak Berjilbab

Dari penjelasan kedua ulama besar di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa mengkriting rambut asalnya dibolehkan. Ini berlaku pula untuk rebounding (membuat rambut keriting menjadi lurus/halus). Namun ada catatan yang mesti diperhatikan:

Pertama: Keriting dan rebounding tersebut tidak boleh mengikuti model wanita kafir atau wanita fajir (yang gemar maksiat).

Kedua: Yang boleh mengkriting rambut atau merebounding adalah wanita yang dapat dipercaya sehingga tidak akan membuka aib-aibnya. Lebih-lebih tidak boleh lagi jika yang mengkriting rambutnya adalah seorang pria yang ia haram menampakkan rambut pada mereka.

Ketiga: Rambut yang dikeriting atau direbounding tidak boleh ditampakkan kecuali pada suami atau mahromnya saja.

Sehingga dari sini, wanita yang tidak berjilbab tidak boleh merebounding rambut atau mengkeriting rambutnya karena tujuan ia yang haram yaitu ingin pamer rambut yang merupakan aurat yang wajib ditutupi. Asalnya, memang mengkeriting atau merebounding itu dibolehkan namun karena tujuannya untuk pamer aurat yaitu rambutnya, maka ini menjadi haram. Ada sebuah kaedah yang sering disampaikan para ulama: al wasa-il ilaa haroomin haroomun (perantara menuju perbuatan haram, maka perantara tersebut juga haram). Pamer aurat adalah haram. Rebounding bisa dijadikan jalan untuk pamer aurat. Sehingga berdasarkan kaedah ini rebounding pada wanita yang pamer aurat (enggan berjilbab) menjadi haram.

Bahaya Pamer Rambut yang Merupakan Aurat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[3]

Di antara tafsiran “wanita yang berpakaian tetapi telanjang” adalah wanita tersebut membuka aurat yang wajib ditutupi[4] seperti membuka rambut kepala. Padahal aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Berarti rambut kepala termasuk aurat yang wajib ditutup. Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur: 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Atho’ bin Abi Robbah, ‘Ikrimah, Makhul Ad Dimasqiy, dan Al Hasan bin Muhammad Al Hanafiyah rahimahumullah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[5]

Lihatlah ancaman untuk wanita yang sengaja buka-buka aurat: Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.

Rambut kepala juga merupakan perhiasan wanita yang wajib ditutupi. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[6]

Dari sini, sungguh sangat aneh jika ada yang menghalalkan rebounding untuk wanita yang ingin pamer aurat?!

Semoga para wanita muslimah selalu diberi taufik oleh Allah untuk memiliki sifat malu. Sifat inilah yang akan mengantarkan mereka pada kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[7]

Semoga Allah memberi taufik untuk memperhatikan dan mengamalkan aturan yang telah Allah gariskan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sajadah Pengurang Nyeri Otot dan Sendi


HAMBURG (voa-islam.com):Seorang pemilik toko sajadah di kota Karlsruhe, Jerman barat daya menciptakan sajadah penguat tulang, dan menamakannya "Al-mihrab". Saat pertama dilihat sajadah nampak biasa, tetapi panjangnya yang mencapai satu seperempat meter, yakni lebih panjang sekitar 15 cm dari sajadah biasa demikian juga teksturnya mengingatkan kita kepada "tikar yoga". Dan sajadah itu diisi dengan campuran bahan busa dengan ketebalan 1,5 cm.

Inearer sang penemu menurut kantor berita Jerman mengatakan bahwa bahannya mirip dengan yang digunakan di rumah sakit secara umum, dan sajadahnya akan mengurangi "rasa nyeri pada lutut, punggung dan kaki" selama sholat.

Inearer terpaksa meminta persetujuan dari kalangan ulama muslimin dan telah membuat 50 prototipe yang bervariasi panjang dan ketebalannya sebelum akhirnya sampai pada versi terbaru. Inearer telah mendapat hak paten untuk sajadahnya ditambah penghargaan dari para ulama.

Perlu dicatat bahwa ide ini muncul ketika ia melihat keluhan dari teman-teman yang lansia dan kerabatnya yang merasakan nyeri pada persendian selama dalam sholat, tentu saja hal ini dapat mengalihkan perhatian dari tujuan sholat yang sebenarnya.

Inearer mengatakan "tidak seharusnya kenyamanan dan ketenangan orang yang sholat terganggu dengan apapun" tetapi jika Anda merasakan rasa sakit maka hal ini akan mencuri perhatian anda dan kemudian tidak akan dapat sholat (sebagaimana mestinya)".

Inearer telah menjual sekitar 2000 sajadah sejak diumumkan melalui Internet pada Oktober lalu, dan 60 persennya dari jumla tersebut dibeli oleh umat muslim di Jerman, sementara sisanya terjual di Turki, di mana sajadah tersebut diproduksi, yang penciptanya bertujuan memasarkannya di seluruh dunia.

(ar/alarabiya)

Wednesday 12 January 2011

Semakin berambisi, Inggris ciptakan helm tempur canggih, hancurkan musuh hanya dengan ‘tatapan’


Satu lagi inovasi teknologi militer dikembangkan Inggris. Sebuah teknologi canggih yang telah dikembangkan bertahun-tahun akhirnya rampun.
Kali ini negeri itu mengembangkan helm pilot militer baru bernama Striker yang memungkinkan pilot pesawat tempur mengarahkan serangan kepada musuh hanya dengan melihatnya. Sekali tatap, musuh langsung musnah.

Helm tersebut dikembangkan BAE System dan telah diuji coba dalam penerbangan pesawat RAF (Royal Aircraft Force) Typhoon. Juru bicara BAE mengatakan,
"Helm ini dilengkapi optik detektor canggih yang terintegrasi untuk mendukung keakuratan pada ketinggian rendah, sedang, dan tinggi."

"Biasanya kami harus menguntit di belakang pesawat lawan untuk menguncinya dan menyerang (disebut dogfight dalam istilah militer). Dengan helm ini kami tinggal mengarahkan senjata dengan kepala," kata Mark Bowman, pemimpin pilot, diberitakan harian The Sun.
Pada dasarnya, helm ini adalah helm yang biasanya digunakan para pilot RAF saat mengendarai pesawat militer.
Untuk melakukan serangan dengan alat ini, langkah pertama yang harus dilakukan pilot adalah membaca radar untuk mengetahui posisi musuh.
Selanjutnya, ketika musuh sudah ada dalam jangkauan pandang, pilot tinggal menatapnya dan memberi perintah serangan.Selanjutnya, hasil bacaan dikirim ke sensor di bagian kokpit.
Mekanisme selanjutnya adalah pengantaran perintah ke bagian persenjataan. Ketika perintah sudah dibuat, musuh pun akan segera musnah. Terima kasih untuk teknologi “head tracker” yang memungkinkan helm tersebut merespon perintah saat berada di ketinggian berapa pun.Produk ini rencananya akan mulai digunakan di penerbangan percobaan pesawat Typhoon. (sm/arrahmah.com)

Thursday 6 January 2011

Panduan Shalat Istikhoroh

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh pada pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Yang mesti diyakini bahwa manusia tidak mengetahui perkara yang ghoib. Manusia tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian pada masa akan datang. Oleh karena itu, di antara hikmah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, Dia mensyariatkan do’a supaya seorang hamba dapat bertawasul pada Rabbnya untuk dihilangkan kesulitan dan diperolehnya kebaikan.

Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah Ta’ala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (69) وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (70)

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al Qashash: 68-70)

Al ‘Allamah Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sebagian ulama menjelaskan: tidak sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan di antara urusan dunianya sampai ia meminta pada Allah pilihan dalam urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat istikhoroh.”[1]

Yang dimaksud istikhoroh adalah memohon kepada Allah manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.[2]

Dalil Disyariatkannya Shalat Istikhoroh

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an. Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih”

Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.”[3]

Faedah Mengenai Shalat Istikhoroh

Pertama: Hukum shalat istikhoroh adalah sunnah dan bukan wajib. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi seseorang, lalu ia bertanya mengenai Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat lima waktu sehari semalam.” Lalu ia tanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ »

“Apakah aku memiliki kewajiban shalat lainnya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak ada, kecuali jika engkau ingin menambah dengan shalat sunnah.”[4]

Kedua: Dari hadits di atas, shalat istikhoroh boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya.[5] Bahkan jika shalat istikhoroh dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa istikhoroh setelah itu, maka itu juga dibolehkan. Artinya di sini, dia mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan shalat istikhoroh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.” Di sini cuma dikatakan, yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib. [6]

Al ‘Iroqi mengatakan, “Jika ia bertekad melakukan suatu perkara sebelum ia menunaikan shalat rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu ia shalat tanpa niat shalat istikhoroh, lalu setelah shalat dua rakaat tersebut ia membaca doa istikhoroh, maka ini juga dibolehkan.”[7]

Ketiga: Istikhoroh hanya dilakukan untuk perkara-perkara yang mubah (hukum asalnya boleh), bukan pada perkara yang wajib dan sunnah, begitu pula bukan pada perkara makruh dan haram. Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan.” Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Jamroh bahwa yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah khusus walaupun lafazhnya umum.[8] Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits tersebut bahwa istikhoroh hanya khusus untuk perkara mubah atau dalam perkara sunnah (mustahab) jika ada dua perkara sunnah yang bertabrakan, lalu memilih manakah yang mesti didahulukan.”[9]

Contohnya, seseorang tidak perlu istikhoroh untuk melaksanakan shalat Zhuhur, shalat rawatib, puasa Ramadhan, puasa Senin Kamis, atau mungkin dia istikhoroh untuk minum sambil berdiri ataukah tidak, atau mungkin ia ingin istikhoroh untuk mencuri. Semua contoh ini tidak perlu lewat jalan istikhoroh.

Begitu pula tidak perlu istikhoroh dalam perkara apakah dia harus menikah ataukah tidak. Karena asal menikah itu diperintahkan sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nur: 32)

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

“Wahai para pemuda, jika salah seorang di antara kalian telah mampu untuk memberi nafkah, maka menikahlah.”[10] Namun dalam urusan memilih pasangan dan kapan tanggal nikah, maka ini bisa dilakukan dengan istikhoroh.

Sedangkan dalam perkara sunnah yang bertabrakan dalam satu waktu, maka boleh dilakukan istikhoroh. Misalnya seseorang ingin melakukan umroh yang sunnah, sedangkan ketika itu ia harus mengajarkan ilmu di negerinya. Maka pada saat ini, ia boleh istikhoroh.

Bahkan ada keterangan lain bahwa perkara wajib yang masih longgar waktu untuk menunaikannya, maka ini juga bisa dilakukan istikhoroh. Semacam jika seseorang ingin menunaikan haji dan hendak memilih di tahun manakah ia harus menunaikannya. Ini jika kita memilih pendapat bahwa menunaikan haji adalah wajib tarokhi (perkara wajib yang boleh diakhirkan).[11]

Keempat: Istikhoroh boleh dilakukan berulang kali jika kita ingin istikhoroh pada Allah dalam suatu perkara. Karena istikhoroh adalah do’a dan tentu saja boleh berulang kali. Ibnu Az Zubair sampai-sampai mengulang istikhorohnya tiga kali. Dalam shahih Muslim, Ibnu Az Zubair mengatakan,

إِنِّى مُسْتَخِيرٌ رَبِّى ثَلاَثًا ثُمَّ عَازِمٌ عَلَى أَمْرِى

“Aku melakukan istikhoroh pada Rabbku sebanyak tiga kali, kemudian aku pun bertekad menjalankan urusanku tersebut.”[12]

Kelima: Do’a shalat istikhoroh yang lebih tepat dibaca setelah shalat dan bukan di dalam shalat. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ …

“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika …”[13]

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui dalil yang shahih yang menyatakan bahwa do’a istikhoroh dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud (sebelum salam) kecuali landasannya adalah dalil yang sifatnya umum yang menyatakan bahwa ketika sujud dan tasyahud akhir adalah tempat terbaik untuk berdo’a. Akan tetapi, hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa do’a istikhoroh adalah setelah shalat. ”[14]

Keenam: Istikhoroh dilakukan bukan dalam kondisi ragu-ragu dalam satu perkara karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ

““Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”. Begitu pula isi do’a istikhoroh menunjukkan seperti ini. Oleh karena itu, jika ada beberapa pilihan, hendaklah dipilih, lalu lakukanlah istikhoroh. Setelah istikhoroh, lakukanlah sesuai yang dipilih tadi. Jika memang pilihan itu baik, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka nanti akan dipersulit.[15]

Ketujuh: Sebagian ulama menganjurkan ketika raka’at pertama setelah Al Fatihah membaca surat Al Kafirun dan di rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Sebenarnya hal semacam ini tidak ada landasannya. Jadi terserah membaca surat apa saja ketika itu, itu diperbolehkan.[16]

Kedelepan: Melihat dalam mimpi mengenai pilihannya bukanlah syarat dalam istikhoroh karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini. Namun orang-0rang awam masih banyak yang memiliki pemahaman semacam ini. Yang tepat, istikhoroh tidak mesti menunggu mimpi. Yang jadi pilihan dan sudah jadi tekad untuk dilakukan, maka itulah yang dilakukan.[17] Terserah apa yang ia pilih tadi, mantap bagi hatinya atau pun tidak, maka itulah yang ia lakukan karena tidak dipersyaratkan dalam hadits bahwa ia harus mantap dalam hati.[18] Jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan tersebut tidak baik untuknya. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuknya, pasti akan Allah mudahkan.

Tata Cara Istikhoroh

Pertama: Ketika ingin melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah satunya, maka terlebih dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.

Kedua: Jika sudah bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah shalat dua raka’at (terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan di awal).

Ketiga: Setelah shalat dua raka’at, lalu berdo’a dengan do’a istikhoroh:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ

Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.

[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]

Keempat: Lakukanlah pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa mantap atau pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia dari pilihan tersebut.

Demikian penjelasan kami mengenai panduan shalat istikhoroh. Semoga bermanfaat.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan di Pangukan-Sleman, di sore hari menjelang Maghrib, 15 Rabi’ul Awwal 1431 H (01/03/2010)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal