Friday 1 June 2012

Memperingati 67 Tahun Kegagalan Pancasila

Selamanya ideologi yang sifatnya “man made” (buatan manusia) tak bakal dapat memberikan apa-apa bagi manusia. Meyakini ideologi “man made”, sama dengan meyakini kepalsuan dan kebohongan.

Mayakini ideologi “man made”, hanyalah membuat manusia terperosok kepada kontradiksi. Hakikatnya manusia pasti memiliki “limitasi” keterbatasan, siapapun manusia. Tidak ada yang sempurna.

Secara empirik ideologi sifatnya "man made" itu sudah menunjukkan kegagalan. Di abad 21 ini sudah menjadi lonceng kematian ideologi-ideologi buatan manusia. Abad ini sudah menunjukkan adanya, apa yang disebut dengan, “the end of ideology”, yang dibuat manusia.

Secara empirik pula ideologi buatan manusia, hanya melahirkan perang, konflik, kekacauan sosial, dan polarisasi yang sangat keras. Ideologi-ideologi “man made” itu tidak dapat memberikan solusi apapun, bagi kehidupan manusia. Betatapun ideologi “man made” sudah sangat ilmiah, sebagai sebuah teori, tetapi faktanya tetap saja tak mampu menjadi sebuah solusi.

Di abad modern lahir ideologi yang sifatnya “man made”,  dan banyak diikuti manusia. Manusia terjerumus ke dalam polarisasi ke dalam kotak-kotak ideologi, yang seakan-akan bisa memuaskan dan memberikan solusi bagi kehidupan mereka. Ternyata mereka tertipu belaka. Mereka berbondong-bondong mengikuti ideologi “man made”, dan dengan sangat fanatiknya mereka bersedia berbuat apa saja guna mewujudkan cita-cita ideologi “man made” itu.

Banyak manusia modern yang masuk terjerumus ke dalam“dinunnas” (agama bikinan manusia), yang sebenarnya tidak bisa memberikan apapun bagi manusia. Tetapi, manusia meyakininya sebagai sebua dogma, dan bahkan para penganjur “dinunnas” itu, menyuruh manusia menjadikan sebagai “way of life”. Inilah yang menyebabkan terjadinya kontradiksi dalam kehidupan manusia.

Betapapun para penganjur ideologi “man made” yang sudah menjadi “dinunnas” itu, seperti Marxisme, Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, dan termasuk Pancasila, sebagai sebuah teori dogma, sudah menunjukkan kegagalannya menyelamatkan hari depan manusia. Betapapun sebagian manusia meyakini dogma itu, tetapi secara emperik sudah menunjukkan dan membuktikan mereka sudah gagal.

Komunisme dan Kapitalisme sebagai teori sudah gagal,  dan hanya mencampakan manusia ke dalam era “Perang Dingin” dengan segala akibatnya. Bagaimana umat manusia dikelompokkan ke dalam blok Komunis (Soviet) dengan blok Kapitalis (Barat), dan kemudian diikuti dengan kehancuran blok Komunis (Soviet), dan membawa akibat dan dampak yang sangat luar  biasa bagi kehidupan manusia. Terutama terjadinya perang dingin, dan sebagian manusia terperangkap ke dalam blok  Komunis dan Kapitalis, yang keduanya telah menghancurkan kehidupan.

Francis Fukuyama, ilmuwan Amerika Serikat, yang menegaskan berakhirnya Komunisme dan Soviet, menandai kemenangan Kapitalisme dan Liberalisme, serta Demokrasi. Kemenangan dan supremasi bangsa Barat atas Soviet, yang menganut Komunisme.

Tetapi, sekarang sejak jatuhnya Soviet, dan belum dua dekade, Kapitalisme sudah menunjukkan tanda-tanda keruntuhannya. Bahkan, para pakar politik Barat, menyatakan bahwa demokrasi yang merupakan anak kandung faham Liberalisme sudah menunjukkan kegagalannya dengan kehancuran Uni Eropa sekarang ini. Justru demokrasi telah membawa kekacauan yang mendalam atas negara-negara Uni Eropa.

Tanda-tanda kehancuran sistem Kapitalisme sudah di  depan mata, kalau yang menjadi indikatornya adalah ekonomi. Seluruh negara-negara Barat, sekarang menghadapi resesi yang menuju depresi ekonomi,yang sudah tidak mungkin dapat menyelamatkan ekonomi mereka. Pertumbuhan  ekonomi mereka “minus”, dan angka pengangguran terus membengkak. Semua ahli ekonomi atau ekonom sudah pesimis melihat situasi dan kondisi yang ada. Ini akibat komplikasi yang lahir dari ideologi “man made” itu.

 Di Wall Street, London, Paris, Roma, Athena, dan Berlin, rakyatnya sudah tidak sabar lagi dengan sistem yang selama sudah mapan, dan menjadi acuan dalam sistem politik dan ekonomi di negeri mereka.

Sistem idelogi “man made”, hanyalah melahirkan diskriminasi, polarisasi, dan disparitas (kesenjangan), antara yang kaya dengan miskin. Seperti yang diteriakkan para aktivis di Wall Street, di mana yang 1 persen menguasi hajat hidup yang 99 persen. Kaum buruh dan kelas pekerja hanya menjadi budak para pemilik modal, yang sebagian besar mereka para “baron” Yahudi.

Dan, sejatinya semua idelogi "man made" itu, hanyalah ciptaan para teoritikus Yahudi, yang memang bertujuan ingin menghancurkan kehidupan manusia. Mengkotak-kotakan manusia, membuat mereka konflik, saling membunuh, menghancurkan, dan mereka menjadi sangat lemah. Kemudian, kaum Yahudi menguasai seluruh kehidupan mereka. Itulah tujuan akhir dari ideologi "man made".

Di Indonesia, setiap 1 Juni diperangti sebagai hari lahirnya Pancasila, yang menjadi ideologi negara. Tetapi, ideologi Pancasila tidak pernah dipraktekkan secara nyata oleh para pemimpin Indonesia.

Mereka berteriak bahwa Pancasila itu sebagai: “harga mati”. Pancasila sebagai falsafah bangsa, sebagai “rulers of conduct”, dan bahkan pernah disebut sebagai : “way of life”, yang posisinya sejajar seperti agama. “Dinunnas” itu disejajarkan dengan “Dinullah”.

Soekarno yang menjadi penggagas dan pencetus Pancasila, tak pernah mempraktekkannya. Malah Soekarno menjadi pengikut Komunisme. Soekarno memeras ajaran Pancasila menjadi “Ekasila”, yaitu Gotong Royong, dan tak lebih sebuah idiom Komunis. Diujung akhir hidupnya sebagai penguasa, Soekarno  masuk ke dalam barisan Komunisme, yang  waktu itu ingin menegakkan ideologi kerakyatan.

Politik luar negeri Indonesia di bawah Soekarno anti Barat,  dan berkiblat ke Moskow dan Peking, dan membuktikan bahwa sejatinya Soekarno, tak lain menjadi satelit Moskow dan Peking. Jadi, Soekarno bukan seorang Pancasilais.

Di zaman Soeharto sama saja. Tak berbeda. Soeharto yang ingin menjadikan Pancasila sebagi “way of life”, tetapi Soeharto tak pernah mewujudkan Pancasila.

Soeharto adalah bagian dari kepentingan Barat, dan menjadi sekutu utama Barat. Karena itu, sejak Orde Baru, Soeharto sudah memposisikan dirinya sebagai “kacung”nya Barat. Ekonominya murni ekonomi Kapitalis, yang menjadi dasar kebijakannya.

Di era reformasi ini, sudah menjadi lebih jauh lagi, Indonesia masuk ke dalam jebakan Kapitalisme. Bukan hanya ekonomi, politik, semata. Tetapi, Kapitalisme sudah masuk ke sungsum-sungsum para penguasa dan rakyatnya.

Mereka sudah tidak ada  lagi peduli dengan Pancasila yang selama ini digembar-gemborkan. Ideologi “man made” itu sudah masuk kotak, ungkap tajuk Kompas (1/6/2012). Sikap penguasa dan rakyatnya sudah tidak ada lagi yang mengamalkan Pancasila, dan itu  sangat nampak dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Memang waktu itu,  Mohammad Natsir, Pemimpin Masyumi, berpidato di Konstituante, yang memperdebatkan tentang dasar negara, antara Islam dan Pancasila, di tahun l957, dan dengan kata yang  sangat jelas, Natsir mengatakan, bahwa Pancasila itu ideologi : "la diniyah" (sekuler). Kala itu, Partai PNI, PKI, Sosialis, Murba, dan Partai Katolik/Krisen mendukng Pancasila. Sedangkan, Partai Islam, seperti Masyumi, Syarikat Islam, NU, dan lainnya mendukung Islam sebagai dasar negara.

Sekarang, sesdudah Indonesia mengadobsi Ideologi Pancasila, perilaku para pemimpin dan rakyatnya, sudah menjadi pengikut materialisme global. Karena, Pancasila itu, juga ideologi sekuler.  Karena itu, kehidupan di Indonesia semakin kacau, dan penuh dengan kontradiksi. Tanpa solusi. Karena mereka menyakini sesuatu yang  bathil, dan tidak dapat memberikan apa-apa.

Sama  seperti zaman  jahiliyah di mana manusia kafir jahiliyah, menyembah patung Lata dan  Uza, yang tidak memberikan manfaat apapun bagi manusia. Tetapi, mereka meyakininya, dan terus menjadikannya sebagai sesembahan mereka. Tak pernah memberikan apapun Lata dan Uza bagi kehidupan manusia.

Maka hanya dengan Islam manusia dapat hidup dengan penuh berkah, dan jauh dari berbagai kesesatan, penyelewengan, kezaliman, kedurhakaan, dan kekufuran. Maka kembalilah ke jalan Islam, sebagai dinul-haq. Wallahu’alam.



0 comments:

Post a Comment