Thursday, 4 August 2011

Risalah Ramadhan(3): Gembira dan Sedih di Bulan Ramadhan

Dalam menghadapi masuknya bulan suci Ramadhan, kaum muslimin terbagi menjadi dua golongan; golongan yang senang, gembira, nan bahagia dan golongan yang sedih, cemberut, nan kesal. Kenapa kelompok pertama sedih dan gembira? Kenapa pula kelompok kedua sedih dan kesal? Siapa saja yang termasuk ke dalam masing-masing kelompok tersebut?

Kelompok yang gembira

Kelompok pertama menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan gembira dan bahagia karena banyak alasan, antara lain:

Mereka mengetahui sepenuhnya keutamaan puasa Ramadhan dan buahnya dalam menghapus dosa-dosa dan menutupi kesalahan-kesalahan; Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih derajat takwa, melakukan muraqabah (pengawasan terhadap amal perbuatan diri sendiri) dan muhasabah (introspeksi diri). Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah (2):183)

Allah SWT juga berfirman:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah (2): 185)

Dari Ka’ab bin Ujrah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: Merugi dan terhinalah orang yang namamu (Muhammad SAW) disebutkan di sisinya namun ia tidak mengucapkan shalawat kepadamu. Merugi dan terhinalah seseorang yang memasuki bulan Ramadhan kemudian bulan itu habis namun ia tidak mendapat ampunan Allah. Merugi dan terhinalah seseorang yang mendapati masa tua kedua orang tuanya, namun keduanya tidak memasukkannya ke surga (karena ia tidak berbakti kepada keduanya).” (HR. Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ath-Thabarani, Al-Baihaqi, dan Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi, seluruh perawinya tsiqah dan hadits ini memiliki banyak hadits penguat)

Mereka adalah orang-orang yang mengharapkan ridha Allah, merindukan surga-Nya dan melihat wajah-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Indah. Dari Abu Hurairah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jika bulan Ramadhan telah datang, niscaya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079)
Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi RA. dari Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya surga memiliki sebuah pintu masuk yang dinamakan Ar-Rayyan. Hanya orang-orang yang banyak melakukan shaum saja yang memasuki surga melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Tiada orang selain mereka yang bisa memasukinya.” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA. bahwasnaya beliau SAW juga bersabda, “Barangsiapa melakukan shaum sehari di jalan Allah niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 musim (70 tahun).” (HR. Bukhari no. 2840 dan Muslim no. 1153)

Mereka mengetahui bahwa shaum adalah sumber kebahagiaan dan kegembiraan. Dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: “Semua amalan manusia untuk dirinya sendiri, kecuali shaum, maka ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya secara langsung.Shaum adalah perisai (dari perbuatan dosa dan adzab neraka). Maka jika salah seorang di antara kalian melakukan shaum, janganlah ia berkata dan jangan pula berteriak-teriak. Jika ada orang lain mencaci maki atau mengganggunya, maka hendaklah ia menjawab: “Aku tengah melakukan shaum.” Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari minyak misk. Orang yang melakukan shaum memiliki dua kegembiraan: ia gembira saat berbuka dan ia gembira saat menghadap Allah.” (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)

Mereka mengetahui bahwa shaum akan memberi mereka syafa’at di hari kiamat kelak. Dari Abdullah bin Amru bin Ash bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Shaum dan Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi hamba pada hari kiamat kelak. Shaum berkata: “Wahai Rabbku, aku telah mencegahnya dari makan dan melampiaskan nafsu syahwatnya. Maka izinkan aku memberinya syafa’at!” Adapun Al-Qur’an berkata: “Wahai Rabbku aku telah mencegahnya dari tidur di waktu malam (dengan melakukan shalat malam). Maka izinkan aku memberinya syafa’at!” Keduanya lalu diberi izin memberi syafa’at.” (HR. Ahmad, 2/174 dan Al-Hakim, 1/554. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).

Mereka mengetahui betul manfaat shaum bagi maslahat ruhani, psikis, jasmani, dan sosial. Dari aspek ruhani, Shaum mendidik pelakunya untuk menahan diri dari segala bisikan hawa nafsu, menyempitkan peluang godaan setan, membiasakan diri melaksanakan amalan-amalan wajib dan sunah secara disiplin, dan mengantarkannya ke derajat muttaqin. Secara psikis, shaum mendidik pelakunya untuk menjadi orang yang sabar, disiplin, pemaaf, teratur, tidak egois, tidak boros, tidak foya-foya, dan tidak emosional. Secara jasmani, shaum terbukti oleh dunia medis menjadi sarana peningkatan kesehatan dan penyembuhan berbagai penyakit. Adapun secara sosial, shaum mendidik pelakunya untuk lebih peduli, dermawan, dan penyantun kepada orang-orang yang membutuhkan. Shaum juga membiasakan hidup kebersamaan lewat berbagai amalan ibadah secara berjama’ah.

Mereka mengetahui betul limpahan rahmat, nikmat, pahala, dan ampunan Allah yang disebar sepanjang siang dan malam bulan Ramadhan. Ibadah shaum Ramadhan, qiyam Ramadhan (tarawih dan witir), dan qiyam lailatul qadar sebagaimana disabdakan Nabi SAW dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu, jika dilakukan karena iman dan mengharap balasan Allah semata. Ibadah tadarus Al-Qur’an, memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, I’tikaf sepuluh hari terakhir, siraman-siraman ruhani, umrah, dan berbagai amalan lainnya juga merupakan lautan pahala yang tiada bertepi.

Kelompok yang Sedih

Adapun kelompok kedua adalah kelompok yang sedih dengan datangnya bulan Ramadhan. Mereka memiliki dua keadaan:

Pertama, orang-orang yang gembira bercampur sedih. Mereka gembira dengan datangnya Ramadhan yang penuh berkah, namun juga sedih karena mereka tidak mampu melaksanakan shaum Ramadhan atau sebagian amal kebaikan lainnya di bulan suci ini. Bukan karena kemalasan mereka, namun karena mereka memiliki udzur syar’I seperti tua renta, sakit, bepergian jauh, wanita hamil, atau wanita menyusui. Meski mereka sedih karena tidak mampu melakukan sebagian amal kebajikan tersebut, namun mereka tetap layak bergembira karena Allah SWT tetap mencatat pahala kebajikan bagi mereka.

Allah SWT berfirman:

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2): 184)

Allah SWT juga berfirman:

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah (2): 185)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang hamba sedang sakit atau melakukan perjalanan jauh, niscaya akan ditulis baginya pahala amal kebaikan yang biasa dia kerjakan saat tidak bepergian jauh dan sedang sehat.” (HR. Bukhari no. 2996 dan Abu Daud no. 3091)

Kedua, orang-orang yang merasa kesal, cemberut, sedih, dan kecewa dengan datangnya bulan Ramadhan.Tiada kegembiraan sedikit pun dalam hati mereka dengan kehadiran bulan tebar amal shalih dan ampunan Allah ini. Mereka sedih, kesal, dan kecewa karena beberapa alasan:

Mereka adalah orang-orang munafik yang tidak meyakini kehidupan akhirat, sehingga malas beramal shalih. Shaum sebulan penuh, shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur’an, dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, bagi mereka sungguh berat. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’ (4): 142)
Allah SWT juga berfirman:

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS. At-Taubah (9): 54)

Mereka adalah orang-orang yang lemah iman dan tidak mengerti arti penting ibadah bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Menurut angapan mereka, ibadah hanyalah beban belaka. Tiada kelezatan, keindahan, manfaat, dan pengaruhnya bagi kehidupan. Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl (16): 97)

Shahabat Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya amal kebajikan itu mendatangkan cahaya bagi hati, sinar terang pada raut wajah, kekuatan pada fisik, tambahan rizki, dan kecintaan dalam hati manusia terhadap pelakunya. Sebaliknya, amal keburukan itu mendatangkan kegelapan bagi hati, hitam kelam bagi raut muka, kelemahan bagi fisik, mengurangi rizki, dan mendatangkan kebencian dalam hati manusia terhadap diri pelakunya.”

Mereka adalah orang-orang yang tenggelam dalam buaian lumpur syahwat, kemewahan, foya-foya, dan maksiat. Menurut anggapan mereka, bulan Ramadhan menjadi penghalang serius bagi hobi mereka untuk melampiaskan nafsu syahwat. Mereka lupa atau tidak tahu, sesungguhnya surga itu mahal harganya. Surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu, sedangkan neraka dikelilingi oleh segala hal yang diinginkan oleh hawa nafsu. Jika mereka menginginkan kenikmatan surga yang abadi, mereka harus mau membayar harganya, yaitu meninggalkan segala hal yang diinginkan oleh nafsu syahwat dan melaksanakan ajaran syariat Islam walau dibenci oleh hawa nafsu. Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang disenangi oleh hawa nafsu dan surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.” (HR. Bukhari no. 6487 dan Muslim no. 2823)

Mereka adalah orang-orang yang tidak terbiasa melakukan shaum. Mereka hanya mengenal dan melaksanakan shaum Ramadhan saja. Dalam setahun, mereka tidak pernah melakukan shaum-shaum yang disunahkan: shaum Senin dan Kamis, shaum Daud, shaum Ayyamul Bidh (tanggal 13,14, dan 15 tiap bulan dalam kalender Hijriyah), shaum ‘Arafah, shaum ‘Asyura, shaum 6 hari di bulan Syawwal, shaum Sya’ban. Mereka tidak pernah, apalagi terbiasa, melakukan shaum sunnah. Akibatnya, melakukan shaum selama satu bulan penuh terasa sangat berat dan menyiksa.

Syahdan, seorang ulama yang shalih bernama Hasan bin Shalih menjual seorang budak perempuannya kepada orang lain. Pada malam pertama di rumah majikan barunya, budak perempuan itu bangun di tengah malam lalu berteriak: “Wahai orang-orang…shalaaaat!!! Shalaaaaat!!” Kontan saja seisi rumah majikan baru itu terbangun. Berdiri sempoyongan sambil mengucek mata, mereka bertanya kepada budak perempuan itu: “Apakah fajar sudah terbit? Apakah waktu shalat Shubuh sudah tiba???” Budak perempuan itu menukas: “Jadi kalian ini tidak pernah melakukan shalat kecuali shalat wajib lima waktu saja???”

Keesokan paginya, budak perempuan itu pergi ke rumah mantan majikannya dan berkata: “Tuan, Anda telah menjual saya kepada orang-orang yang berperangai buruk. Mereka tidak pernah melakukan shalat kecuali shalat wajib lima waktu. Mereka tidak pernah melakukan shaum kecuali shaum Ramadhan saja. Belilah saya kembali! Belilah saya kembali!” Karena kasihan, majikan yang shalih itu akhirnya membelinya kembali dari majikan barunya.

Wa ba’du…

Bulan Ramadhan adalah bulan shaum…bulan tarawih dan witir…bulan tadarus Al-Qur’an…bulan I’tikaf…bulan kajian ilmu…bulan menyantuni anak yatim, janda, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan…bulan taubat dan istighfar…bulan ampunan dan ridha Allah.

Di manakah gerangan posisi kita darinya? Apakah kita termasuk kelompok pertama yang gembira dan bahagia…ataukah kelompok kedua yang sedih dan kecewa?

0 comments:

Post a Comment