CINTA. Tema yang tak lekang oleh waktu, yang selalu saja disuka oleh siapapun dan kapan pun. Cinta yang membuat dada bergetar karena jantung memompa darah lebih cepat dari biasanya. Cinta yang membuat dunia serasa penuh warna, bahkan tak jelas lagi antara maya dan nyata. Ya…cinta selalu saja asyik untuk dibicarakan.
Cinta tak melulu hubungan antara dua lawan jenis. Cinta tak selalu berisi hasrat dan nafsu semata. Cinta juga bisa meraih posisi tertingginya ketika kita bisa melewati hal berbau materi. Inilah ketika cinta menemui kehakikian dirinya, yaitu cinta kepada Yang Mahatinggi. Cinta Ilahi adalah cinta yang tak terperi dan tak pernah tergantikan.
Ada saatnya kita ditinggal oleh orang yang kita cintai. Ayah, ibu, dan saudara satu hari nanti akan pergi, entah karena pindah tempat tinggal di dunia atau bahkan menuju kea lam akhirat alias meninggal. Sahabat ada kalanya berkhianat. Kekasih pun ada masanya harus beranjak ketika masanya tiba. Sesetia apapun kekasih kita, dia tidaklah abadi. Keberadaan dirinya fana. Gelombang cintanya naik dan turun, labil, tak pernah stabil. Bila semua kondisi sudah begini keadaannya, tinggallah satu cinta yang bertahan untuk selamanya.
Cinta ini tak pernah mengenal akhir. Cinta ini begitu tulus, tak pernah mengharap apa pun dari yang dicintai. Cinta yang tak kenal usai dan tak kan pernah meninggalkan kita hingga kelak bumi dan seisinya usai. Sayangnya, seringkali kita menyia-nyiakan cinta putih ini. Ibarat matahari yang selalu bersinar di kala siang, tak jarang kita lupa akan keberadaannya itu sendiri. Keberadaan cinta dari Sang Mahacinta ini sering kita abaikan.
Di atas semua cinta yang ada, cinta yang satu ini berbeda. Di tengah mendurhakanya kita sebagai manusia, Dia, Sang Mahacinta tak pernah murka. Mahakasihnya terus mengalir. Terbukti masih disuplainya oksigen untuk kita hirup, dan nyawa untuk memperpanjang jatah kontrak kita di dunia. Padahal bila mau, bisa saja Ia menghentikan semua jenis penyewaan fana ini. Tapi sungguh, selalu ada celah yang diberi-Nya agar manusia mau bertaubat dan kembali pada-Nya.
Maka, pantas bila untuk cinta yang satu ini kita menghiba agar jangan sampai ia pergi. Apa jadinya diri ini bila cinta hakiki yang memayungi bumi, alam dan seisinya hengkang dan menghentikan semua suplai selama ini? Tak ingin hati membayangkannya. Bergetar dada hanya dengan berpikir selintas tentang kemungkinan Ia ingin sedikit memberi pelajaran pada kita. Na’udzubillah.
Jangankan sampai murka, sedikit pelajaran saja sudah cukup untuk membuat tunggang-langgang seisi dunia. Sebut saja tsunami, wasior, badai Katrina dan banyak lagi pelajaran lain yang diberi-Nya untuk kita. Memang ada peran serta tangan manusia atas semua kerusakan itu, tapi tanpa izin-Nya tentu tak mungkin semua itu terjadi.
Sungguh, tak ingin naungan cinta itu pergi meski sedetik. Cinta itulah yang memayungi kehidupan kita di bumi yang panas, gersang dank eras ini. Karena ada saatnya nanti, ketika semua orang yang dicinta telah berlalu dari kehidupan, tinggal kita seorang diri disini. Lantunan ‘Cinta jangan Kau pergi, tinggalkan kusendiri. Cinta jangan Kau lari, apa arti hidup ini tanpa cinta dan kasih sayang-Nya’, meresep hangat di jiwa, meninggalkan jejak yang semakin menambah timbunan rasa itu pada-Nya. Ya…pada-Nya saja, bukan yang lain. [ria fariana/voa-islam.com]
Thursday, 25 August 2011
The True Love
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment