Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Presiden PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Dalam agresi ini, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka.
Atas usaha PDRI, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.
Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.
Kiprah perjuangan lainnya, Syafrudin pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.
Di dunia dakwah, aktif dalam Partai Masyumi bersama M Natsir. Di masa tuanya Syafrudin memilih dunia pendidikan, keislaman, dan dakwah sebagai kesibukan utamanya. Namun berkali-kali mantan tokoh Partai Masyumi ini kerap dicekal naik mimbar. Pada bulan Juni 1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dalam aktivitas keagamaan, tokoh Masyumi ini pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia/KMI (1984), Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978), dan anggota Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen/PPM (1958), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen.
Syafruddin Prawiranegara meninggal di Jakarta, pada tanggal 15 Februari 1989, pada umur 77 tahun. [taz/ant, wik]
Sunday 5 June 2011
Jejak Perjuangan Syafrudin Prawiranegara,Presiden Kedua RI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment