Bismillah…
Wahai muslimah yang ditakdirkan menjadi pendamping hidupku. Yang selalu mengharapkan kebaikan untukku, mendoakan, serta menjadi mata air sejuk yang menyegarkan saat diri ini letih, dan dahaga disebabkan teriknya matahari di sahara kehidupan.
Terima kasihku yang tak terhingga karena dirimu masih saja setia menunggu, terus menjaga kehormatan dan kesucian cintamu, tak peduli dengan lingkunganmu yang kini dipenuhi polusi cinta-cinta palsu.
Dan rasa salut pun terus menggelayuti batinku. Membayangkan wajahmu yang selalu tertunduk malu, menjaga pandangan dan kemuliaanmu. Engkaulah yang mulia dalam balutan jilbabmu, dalam keanggunan akhlakmu, dalam keteduhan wajahmu, yang mulia tuturmu dan dalam ribuan pengertian serta kesetiaanmu sehingga kau terus menunggu, menunggu, dan menunggu.
Aku harus meminta maaf. Walaupun aku tahu engkau tak membutuhkan permintaan maaf dariku.
Maafkan aku jika terlalu lama membuatmu berdiri dalam penantianmu. Maafkan aku jika terkadang membuatmu ragu. Dan bahkan maafkanlah aku jika nanti datang tak seperti yang kau harap dan yang kau seru dalam doa-doamu.
Engkau pasti tahu. Saat ini aku sedang berusaha belajar menjadi seperti yang kau harapkan. Aku sedang belajar menjadi menjadi mulia seperti nabi Muhammad, menjadi kaya seperti nabi Sulaiman, menjadi shalih seperti nabi Ibrahim. Aku juga ingin setegas nabi Musa, secerdas nabi Yusuf, sesabar nabi Ayyub, dan setakwa nabi Ismail.
Namun, hal itu tak mungkin terjadi. Dengan seluruh daya dan upayaku, aku hanya sanggup mencontoh sebagian kecil dari sifat mulia mereka. Wallahi!, untuk menjadi seperti mereka aku pasti tak akan mampu.
Karenanya.. Jika nanti aku datang kepadamu dengan segala kekuranganku. Bersabarlah..!
Ya! Bersabarlah dan teruslah bersabar!
Berusahalah menjadi “Khadijah”ku yang tak berhenti menyirami dengan kata-kata manismu saat aku mulai layu, menjadi “A’isyah”ku yang selalu mendampingiku saat tubuh ini lemah dan mulai kaku.
Sungguh perjalanan “menuju Allah” amatlah panjang dan berliku, sementara bekal “amal” belumlah cukup, dan beban-beban “dosa” terus bertambah. Jika Rasul memilih Abu Bakar dalam perjalanannya menuju Madinah, maka dalam perjalanan ini aku telah memilihmu sayang..!
Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasul! (Di Surga), manakah yang lebih baik, wanita-wanita dunia ataukah bidadari-bidadari yang bermata jeli? Rasulullah SAW pun menjawab: Wanita-wanita dunia lebih utama daripada para bidadari yang bermata jeli seperti kelebihan sesuatu yang tampak dari pada yang tidak tampak. Ummu Salamah pun bertanya lagi: Wahai Rasulullah! Apakah sebabnya (wanita-wanita dunia lebih utama dari pada bidadari)? Rasul menjawab: Karena shalat mereka, puasa mereka, ibadah-ibadah mereka kepada Allah. Allah pun meletakkan cahaya di wajah-wajah mereka, melilitkan kain sutera di tubuh-tubuh mereka, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Sedang mereka berkata: Bukankah kami hidup selamanya dan tidak akan pernah mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak akan beranjak sedikitpun. Kami ridha dan tak pernah bersungut-sungut selamanya. Berbahagialah bagi orang yang memiliki kami dan kami pun memilikinya. (al-Mu’jam al-Kabir: Thabrani)
Kairo, 1 April 2011
by: Sjoekrie
0 comments:
Post a Comment