Sunday, 13 March 2011

As Syahid (Insya Allah) Yahya Ayyasy, Singa Palestina


Ayyasy dilahirkan pada 6 Maret 1966. Beliau tumbuh sebagai seorang anak yang sangat pendiam. Namun di balik diamnya, ternyata beliau menyimpan sebuah kecerdasan yang sangat menakjubkan. Dalam sekolahnya, Ayyasy kecil tidak hanya menguasai pelajaran kelasnya saja, namun juga pelajaran kelas di atasnya.

Beliau lulus SMA pada tahun 1984 dengan akumulasi 92,8. Setelah kelulusannya, beliau mulai aktif di gerakan Hamas. Beliau melanjutkan ke Universitas Beirzeit dengan mengambil jurusan tekhnik listrik. Masa perkuliahannya pun beliau sibukkan dengan aktifitas keislaman. Lulus perguruan tinggi pada tahun 1991 dan menikah pada tahun 1992.

Aktifitas militernya sudah beliau mulai pada tahun 1991. Dalam berjuang, beliau mempunyai pemahaman yang mendalam tentang arti sebuah perjuangan. Perjuangan telah menjadi nafas dan darahnya. Seluk-beluk perang pun beliau tekuni, sampai bisa ditentukan titik lemah penjajah Israel dan pusat kekuatan rakyat Palestina.

Maka kemudian dirancanglah sebuah perang yang menggabungkan dua hal di atas. Lahirlah Intifadhah I. Perang yang mempertemukan dua kubu; orang-orang yang takut mati, dan orang-orang yang mencari-cari kematian. Sungguh perang yang tidak seimbang.

Dalam aksi Intifadhah ini, diperlukan bahan peledak yang sangat banyak. Aksi-aksi peledakan diri, atau yang sering disebut bom syahid, dan aksi-aksi lainnya menghabiskan bom rakitan yang tidak sedikit. Perlawanan Palestina tidak mempunyai cadangan yang banyak karena semua jalan masuknya bantuan telah ditutup. Namun dari pikiran beliau, lahirlah ide untuk memanfaatkan bahan-bahan kimia dasar dalam membuat bom. Bahan-bahan ini banyak tersedia di apotik-apotik. Maka, setelah itu ledakan demi ledakan mengucang Israel.

Kerja pertama beliau adalah merakit bom pada sebuah mobil. Namun sayangnya, secara tidak sengaja, hal ini diketahui Israel. Setelah pengangkapan dan pemeriksaan yang ketat dan kejam, tersebutlah nama Ayyasy sebagai Wanted No 1. Ayyasy pun menjadi buron. Pada 25 April 1993, rumah beliau sempat digeledah Israel. Namun mereka tidak menemukan apa-apa. Dan ketika mereka mengancam keluarganya, sang Ibu malah mengatakan, "Yahya telah pergi tanpa meninggalkan apa-apa untuk kami. Sejak dia menjadi buron, dia bukan lagi anak kami, tapi anak Batalion al-Qassam." Sebuah sikap yang sangat menjengkelkan Israel. Sikap yang terbentuk dari sebuah tarbiyah panjang dalam gerakan Hamas.

Kurang-lebih empat tahun masa buron, Israel dengan segala kekuatannya kehabisan akal menangkap Ayyasy. Sebaliknya, empat tahun pula Ayyasy mencapai kegemilangan membuat ledakan di sana-sini. Menciptakan sebuah mitos bahwa bangsa Yahudi selamanya tidak akan merasa aman hidup di tanah jajahan mereka. Masa buronan adalah masa perjuangan beliau. Dalam perjuangan itu, beliau benar-benar mengorbankan kehidupannya untuk Palestina. Seorang insinyur yang seharusnya bisa menikmati kehidupan enak dengan bekerja di luar negeri seperti yang dilakukan kebanyakan rekannya, kini hidup tidak menetap dan selalu terancam. Bahkan dalam masa ini pula, dua orang anaknya lahir. Yang pertama lahir pada awal masa buronnya, dan yang kedua lahir dua hari sebelum beliau mendapatkan syahadah.

Ada beberapa pelajaran yang beliau berikan kepada para pejuang Islam. Pertama, pejuang Islam harus mempunyai pondasi akidah dan iman yang kuat. Karena kedua hal inilah yang membuat manusia selalu merindukan kematian. Kedua, sirriyah dan bisa menjaga lisan. Semua operasi yang dilakukan Ayyasy dan Batalion al-Qassan dilakukan dengan super rahasia sehingga peristiwanya tidak bisa diketahui Israel sebelum terjadi. Dan Israel pun mendapatkan kesulitan untuk bisa menembus tubuh al-Qassam.

Ketiga, keterampilan menghilang dari mata musuh. Semua unsur Israel telah dikerahkan untuk menangkapnya, mulai dari tentara unit-unit militer khusus, kepolisian, tentara perbatasan, dan dinas intelijen, tapi tidak ada yang berhasil meringkusnya. Karena kelihaiannya ini, beliau digelari sang jenius, manusia berwajah seribu, manusia bernyawa tujuh, dan sebagainya. Prestasi gemilang yang pernah diraihnya adalah menerobos ke jalur Gaza dan membuat aksi di sana, padahal untuk sampai kesana beliau harus melewati ribuan tentara dan dinas intelijen. Prestasi ini sampai membuat Yitsak Rabin menggebrak meja dalam sebuah rapat. Keempat, jihad; ‘isy kariman au mut syahidan. Beliau selalu bersikeras melanjutkan perjuangannya dan mempersiapkan diri untuk mati syahid. Tidak beliau hiraukan anjuran-anjuran untuk melarikan diri ke luar negeri.

Empat tahun Yitsak Rabin memasang nama Ayyasy pada urutan pertama dalam file khusus orang-orang yang sangat berbahaya. File ini mendapat prioritas dalam program pemerintahannya. Tapi yang mengherankan, file itu masih ada di tangannya ketika seorang Yahudi fundamentalis memuntahkan peluru di depan mukanya. Peristiwa itu menambah malu dinas intelijen dan keamanan Israel. Belum berhasil menangkap Ayyasy, dihadapkan lagi permasalahan baru. Dalam situasi yang genting ini, direktur SABAK, dinas intelijen Israel, mengajukan pengunduran dirinya. Permohonan ini pun ditolak karena hanya akan menambah rakyat Israel kurang percaya diri.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan rasa percaya dirinya, strategi pembunuhan Ayyasy dirancang lebih bagus dengan melibatkan pihak yang lebih banyak lagi. Pembunuhan ini diharapkan akan menjadi permulaan babak baru perjuangan Palestina. Perjuangan tanpa para perusak. Tapi apakah harapan mereka terwujud?

Jum’at, 5 Januari 1996, televisi Israel mengumumkan bahwa Ayyasy telah mati di Beit Lahia, Jalur Gaza. Seluruh Palestina, bahkan umat Islam seluruh dunia menangis. Sebuah bom telah dipasang dalam pesawat HT nya. Pesawat itu diterimanya dari seorang pedagang yang ternyata mempunyai hubungan dengan intelijen Israel.

Kematiannya sungguh sangat memilukan. Seorang pejuang harapan rakyat telah meninggalkan mereka. Tapi setidaknya, hal itu memberi pelajaran baru bagi mereka. Ada tiga hal yang bisa diambil. Pertama, jihad masih menjadi satu-satunya solution bagi perjuangan Palestina. Kedua, perjuangan yang ikhlas akan memberikan pengaruh yang baik bagi rakyat banyak. Ketiga, Israel masih harus berhadapan dengan kemarahan rakyat Palestina yang tidak akan pernah padam.

Ternyata harapan Israel hanya tinggal harapan. Babak perjuangan belum ending. Hanya dalam tempo sepuluh hari setelah kematian Ayyasy, empat kali operasi bom syahid berhasil dilancarkan oleh para penerus Ayyasy. Dan ternyata Ayyasy masih hidup. Bahkan sampai sekarang. Semangat dan namanya akan terus berada dalam benak hati kita. Beliaulah tokoh perjuangan.

Beliau tidaklah berambisi mencatat namanya dalam sejarah, tapi sejarahlah yang mencari sosok-sosok pemimpin pejuang semacam beliau. Beliau bukanlah orang yang gila ketenaran, tapi masyarakatlah yang selalu mencari-cari sosok seperti beliau untuk menjadi panutan dalam berjuang.

0 comments:

Post a Comment