Saturday, 19 March 2011

Apa dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin sehingga harus dibunuh?


Dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin

Tidak aneh jika Ulil, tokoh JIL menjadi target pembunuhan. Track record lelaki kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967 ini sudah dikenal "anti" syariat Islam. Pada 18 November 2002, Ulil menulis artikel di harian umum Kompas berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang menuai fatwa hukum mati dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI).

Dalam artikel yang menghebohkan tersebut, Ulil mengobok-obok Islam sesadis-sadisnya yang tentu saja menjadi dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin paling parah dan takkan pernah terlupakan. Dalam artikel tersebut Ulil menistakan syariat Islam, dan menganggapnya hanya sebagai budaya Arab.

"Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab. Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab."

Ulil tidak mengimani syariat Islam atau yang disebutnya sebagai hukum Tuhan.

"Menurut saya, tidak ada yang disebut "hukum Tuhan" dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari'ah, atau tujuan umum syariat Islam."

Lebih jauh, Ulil juga menghina insan termulia dalam Islam, nabi Muhammad SAW., dan menganggapnya banyak kekurangan.

"Bagaimana meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks pemikiran semacam ini? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah).

Ulil bahkan membenarkan semua agama, mencampuradukan dan mengatakan kebenaran Islam ada dalam filsafat Marxisme.

"Saya berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di mana pun tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam-seperti pernah dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain-adalah "nilai generis" yang bisa ada di Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Taoisme, agama dan kepercayaan lokal, dan sebagainya. Bisa jadi, kebenaran "Islam" bisa ada dalam filsafat Marxisme."

Dari artikel Ulil di tahun 2002 yang dimuat Kompas saja, dosa-dosa Ulil kepada Islam dan kaum Muslimin dianggap tidak dapat diampuni. Sayangnya, Ulil tidak berhenti menghina Islam dan kaum Muslimin.

Di tahun 2005, dari Boston dia menulis sebuah surat yang lagi-lagi menistakan Islam dan menbuat heboh. Dalam surat tersebut Ulil mengatakan yang salah saat ini bukan hanya umat Islam, tetapi Islam itu sendiri.

"Menurut saya, memang ada yang salah saat ini, bukan pada umat Islam, tetapi pada Islam itu sendiri. Kalau hal ini tidak diakui, maka "kultur kematian" (saya tak mau menyebutnya sebagai "martyrdom") seperti yang meledak di Bali itu akan terus-menerus mewarnai Islam,
di masa-masa mendatang. Hanya saat umat Islam menyadari kesalahan itu, dan mengakuinya sebagai sejenis penyakit, maka mereka akan segera bergegas ke
dokter, dan mencari pengobatan. "Politic of denial", menolak terus-menerus, sambil mengatakan bahwa "Ini bukan Islam, ini oknum," hanya memperpanjang umur penyakit itu, akan membuatnya kian kronis, dan menggerogoti Islam sendiri. Kultur itu hanyalah
parasit yang harus segera dipotong."

By: M. Fachry
International Jihad Analysis
http://www.arrahmah.com

0 comments:

Post a Comment